Friday, April 9, 2010

Perihal PATUNG.....


Dari al-Halal wa al-Haram (e-book)

2.3.3 Islam Mengharamkan Patung

Islam mengharamkan dalam rumahtangga Islam meliputi masalah patung. Sebab adanya patung dalam suatu rumah, menyebabkan Malaikat akan jauh dari rumah itu, padahal Malaikat akan membawa rahmat dan keridhaan Allah untuk isi rumah tersebut.

Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: "Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk suatu rumah yang di dalamnya ada patung." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Ulama-ulama berkata: Malaikat tidak mahu masuk rumah yang ada patungnya, kerana pemiliknya itu menyerupai orang kafir, dimana mereka biasa meletakkan patung dalam rumah-rumah mereka untuk diagungkan. Untuk itulah Malaikat tidak suka dan mereka tidak mahu masuk bahkan menjauh dari rumah tersebut.

Oleh kerananya, Islam melarang keras seorang muslim bekerja sebagai tukang pemahat patung, sekalipun dia membuat patung itu untuk orang lain. Sabda Rasulullah s.a.w.:

"Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat, iaitu orang-orang yang menggambar gambar-gambar ini. Dalam satu riwayat dikatakan: Orang-orang yang menandingi ciptaan Allah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan Rasulullah s.a.w. memberitahukan juga dengan sabdanya: "Barangsiapa membuat gambar (patung) nanti di hari kiamat dia akan dipaksa untuk meniupkan roh padanya; padahal dia selamanya tidak akan boleh meniupkan roh itu." (Riwayat Bukhari)

Maksud daripada hadis ini, bahawa dia akan dituntut untuk menghidupkan patung tersebut. Perintah ini sebenarnya hanya suatu penghinaan dan mematahkan, sebab dia tidak mungkin dapat.

2.3.4 Hikmah Diharamkannya Patung

1) Di antara rahasia diharamkannya patung ini, walaupun dia itu bukan satu-satunya sebab, seperti anggapan sementara orang iaitu untuk membela kemurnian Tauhid, dan supaya jauh dari menyamai orang-orang musyrik yang menyembah berhala-berhala mereka yang dibuatnya oleh tangan-tangan mereka sendiri, kemudian dikuduskan dan mereka berdiri di hadapannya dengan penuh khusyu'.

Kesungguhan Islam untuk melindungi Tauhid dari setiap macam penyerupaan syirik telah mencapai puncaknya. Islam dalam ikhtiarnya ini dan kesungguhannya itu senantiasa berada di jalan yang benar. Sebab sudah pernah terjadi di kalangan umat-umat terdahulu, dimana mereka itu membuat patung orang-orang yang saleh mereka yang telah meninggal dunia kemudian disebut-sebutnya nama mereka itu. Lama-kelamaan dan dengan sedikit demi sedikit orang-orang saleh yang telah dilukiskan dalam bentuk patung itu dikuduskan, sehingga akhirnya dijadikan sebagai Tuhan yang disembah selain Allah; diharapkan, dan ditakuti serta diminta barakahnya. Hal ini pernah terjadi pada kaum Wud, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr.

Tidak hairan kalau dalam suatu agama yang dasar-dasar syariatnya itu selalu menutup pintu kerusakan, bahawa akan ditutup seluruh lubang yang mungkin akan dimasuki oleh syirik yang sudah terang mahupun yang masih samar untuk menyusup ke dalam otak dan hati, atau jalan-jalan yang akan dilalui oleh penyerupaan kaum penyembah berhala dan pengikut-pengikut agama yang suka berlebih-lebihan. Lebih-lebih Islam itu sendiri bukan undang-undang manusia yang ditujukan untuk satu generasi atau dua generasi, tetapi suatu undang-undang untuk seluruh umat manusia di seantero dunia ini sampai hari kiamat nanti. Sebab sesuatu yang kini masih belum diterima oleh suatu lingkungan, tetapi kadang-kadang dapat diterima oleh lingkungan lain; dan sesuatu yang kini dianggap ganjil dan mustahil, tetapi di satu saat akan menjadi suatu kenyataan, entah kapan waktunya, dekat atau jauh.

2) Rahasia diharamkannya patung bagi pemahatnya, sebab seorang pelukis yang sedang memahat patung itu akan diliputi perasaan sok, sehingga seolah-olah dia dapat menciptakan suatu makhluk yang tadinya belum ada atau dia dapat membuat jenis baru yang boleh hidup yang terbuat dari tanah.

Sudah sering terjadi seorang pemahat patung dalam waktu yang relatif lama, maka setelah patung itu dapat dirampungkan lantas dia berdiri di hadapan patung tersebut dengan mengaguminya, sehingga seolah-olah dia berbincang dengan patung tersebut dengan penuh kesombongan: Hai patung! Bercakaplah!

Untuk itulah maka Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya orang-orang yang membuat patung-patung ini nanti di hari kiamat akan disiksa dan dikatakan kepada mereka: Hidupkanlah patung yang kamu buat itu." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan dalam hadis Qudsi, Allah s.w.t. berfirman pula: "Siapakah orang yang lebih menganiaya selain orang yang bekerja untuk membuat sesuatu seperti pembuatanku? Oleh kerana itu cubalah mereka membuat zarrah (benda yang kecil), cubalah mereka membuat sebutir beras belanda." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

3) Orang-orang yang berbincang dalam persoalan seni ini tidak berhenti dalam suatu batas tertentu saja, tetapi mereka malah melukis (memahat) wanita-wanita telanjang atau setengah telanjang. Mereka juga melukis (dan juga memahat) lambang-lambang kemusyrikan dan syiar-syiar agama lainnya, seperti salib, berhala dan lain-lain yang pada prinsipnya tidak dapat diterima oleh Islam.

4) Lebih dari itu semua, bahawa patung-patung itu selalu menjadi kemegahan orang-orang yang berlebihan, mereka penuhinya istana-istana mereka dengan patung-patung, kamar-kamar mereka dihias dengan patung dan, mereka buatnya seni-seni pahat (patung) dari berbagai lambang.

Kalau agama Islam dengan gigih memberantas seluruh bentuk kemewahan dengan segala kemegahan dan macamnya, yang terdiri dari emas dan perak, maka tidak terlalu jauh kalau agama ini mengharamkan patung-patung itu, sebagai lambang kemegahan, dalam rumah-rumah orang Islam.



2.3.5 Bimbingan Islam dalam Mengabadikan Orang Besar

Barangkali akan ada orang berkata: Apakah tidak memenuhi suatu maksud umat untuk mengembalikan sebahagian keindahan yang pernah dicapai oleh orang-orang besar kita yang telah berhasil mengisi lembaran sejarah yang berharga itu, lantas para pembesar itu diabadikan dalam bentuk patung agar menjadi peringatan generasi berikutnya terhadap jasa-jasa dan keunggulan yang pernah mereka capai; sebab peringatan bangsa itu sering dilupakan dan pertukaran malam dan siang itu sendiri sebenarnya yang membawa lupa?

Untuk menjawab persoalan ini, perlu dijelaskan, bahawa Islam samasekali tidak suka berlebih-lebihan dalam menghargai seseorang, betapapun tingginya kedudukan orang tersebut, baik mereka yang masih hidup ataupun yang sudah mati.

Rasulullah s.a.w. pernah bersabda: "Jangan kamu menghormat aku seperti orang-orang Nasrani menghormati Isa bin Maryam, tetapi katakanlah, bahawa Muhammad itu hamba Allah dan RasulNya." (Riwayat Bukhari dan lain-lain)

Mereka bermaksud akan berdiri apabila melihat Nabi, sebagai suatu penghormatan kepadanya dan untuk mengagungkan kedudukannya. Cara semacam itu dilarang oleh Nabi dengan sabdanya: "Jangan kamu berdiri seperti orang-orang ajam (selain Arab) yang berdiri untuk menghormat satu sama lain." (Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah)

Beliau pun memberikan suatu peringatan kepada umatnya, sikap yang berlebih-lebihan terhadap kedudukan Nabi sesudah beliau mati, maka bersabdalah Nabi sebagai berikut: "Jangan kamu menjadikan kuburku ini sebagai tempat hariraya." (Riwayat Abu Daud)

Dan dalam doanya kepada Tuhannya beliau mengatakan: "Ya Allah! Jangan engkau jadikan kuburku sebagai berhala yang disembah." (Riwayat Malik)

Ada beberapa orang datang kepada Nabi s.a.w., mereka itu memanggil Nabi dengan kata-katanya: "Hai orang baik kami dan anak orang baik kami, hai tuan kami dan anak tuan kami."

Mendengar panggilan seperti itu, Nabi kemudian menegurnya dengan sabdanya sebagai berikut: "Hai manusia! Ucapkanlah seperti ucapanmu biasa atau hampir seperti ucapanmu yang biasa itu, jangan kamu dapat diperdayakan oleh syaitan. Saya adalah Muhammad, hamba Allah dan pesuruhNya. Saya tidak suka kamu mengangkat aku lebih dari kedudukanku yang telah Allah tempatkan aku." (Riwayat Nasa'i)

Agama ini (baca Islam) pendiriannya dalam masalah menghormat orang, tidak suka seseorang itu diangkat-angkat seperti berhala yang didirikan dengan biaya beribu-ribu supaya orang-orang memberikan penghormatan kepadanya.

Banyak sekali material yang dimasukkan oleh penganjur-penganjur kebesaran dan jurukunci tempat-tempat bersejarah melalui pintu orang-orang atau pengikut dan ekornya yang telah mampu mendirikan berhala ini. Dengan begitu, maka pada hakikatnya mereka ini telah menyesatkan rakyat dengan menggunakan orang-orang besar yang jujur itu.

Keabadian hakiki yang dikenal di kalangan umat Islam hanyalah Allah yang mengetahui segala yang rahasia dan tersembunyi, yang tidak sesat dan tidak lupa. Sedang kebanyakan para pembesar yang namanya diabadikan di sisi Allah adalah orang-orang yang tidak begitu dikenal oleh manusia. Hal ini justru kerana Allah suka kepada orang-orang yang baik, taqwa dan tidak perlu menampak-nampakkan kepada orang lain. Mereka ini apabila datang tidak dikenal, dan apabila pergi tidak dicari.

Sekalipun keabadian itu sangat perlu bagi manusia, tetapi tidak mesti dengan didirikannya patung untuk orang-orang besar yang perlu diabadikan itu. Cara untuk mengabadikan yang dibenarkan oleh Islam ialah mengabadikan mereka itu ke dalam hati dan lisan, iaitu dengan menyebut kesuksesan perjuangan mereka dan peninggalan-peninggalan yang baik-baik yang ditinggalkan untuk generasi sesudah mereka. Dengan demikian mereka itu akan selalu menjadi sebutan orang-orang belakangan.

Rasulullah s.a.w. sendiri dan begitu juga para khalifah dan pemuka-pemuka Islam lainnya, tidak ada yang diabadikan dengan berbentuk materi dan patung-patung yang terbuat dari batu yang dipahat.

Keabadian mereka itu semata-mata adalah kerana sifat-sifat baiknya (manaqibnya) yang diceriterakan oleh orang-orang dulu (salaf) kepada orang-orang belakangan (khalaf) dan yang diceriterakan oleh orang-orang tua kepada anak-anaknya. Sifat beliau itu tertanam dalam hati, selalu disebut dalam lisan, selalu mengumandang di majlis dan klub-klub serta memenuhi hati, walaupun tanpa diwujudkan dengan patung dan gambar.



2.3.6 Rukhsah Dalam Permainan Anak-Anak

Kalau macam daripada patung itu tidak dimaksudkan untuk diagung-agungkan dan tidak berlebih-lebihan serta tidak ada suatu unsur larangan di atas, maka dalam hal ini Islam tidak akan bersempit dada dan tidak menganggap hal tersebut suatu dosa. Misalnya permainan anak-anak berupa pengantin-pengantinan, kucing-kucingan, dan binatang-binatang lainnya. Patung-patung ini semua hanya sekadar pelukisan untuk permainan dan menghibur anak-anak.

Oleh kerana itu kata Aisyah: "Aku biasa bermain-main dengan anak-anakan perempuan (boneka perempuan) di sisi Rasulullah s.a.w. dan kawan-kawanku datang kepadaku, kemudian mereka menyembunyikan boneka-boneka tersebut kerana takut kepada Rasulullah s.a.w., tetapi Rasulullah s.a.w. malah senang dengan kedatangan kawan-kawanku itu, kemudian mereka bermain-main bersama aku." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan dalam salah satu riwayat diterangkan: "Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pada suatu hari bertanya kepada Aisyah: Apa ini? Jawab Aisyah: Ini anak-anak perempuanku (boneka perempuanku); kemudian Rasulullah bertanya lagi: Apa yang di tengahnya itu? Jawab Aisyah: Kuda. Rasulullah bertanya lagi: Apa yang di atasnya itu? Jawab Aisyah: Itu dua sayapnya. Kata Rasulullah: Apa ada kuda yang bersayap? Jawab Aisyah: Belumkah engkau mendengar, bahawa Sulaiman bin Daud a.s. mempunyai kuda yang mempunyai beberapa sayap? Kemudian Rasulullah tertawa sehingga nampak gigi gerahamnya." (Riwayat Abu Daud)

Yang dimaksud anak-anak perempuan di sini ialah boneka pengantin yang biasa dipakai permainan oleh anak-anak kecil. Sedang Aisyah waktu itu masih sangat muda.

Imam Syaukani mengatakan: hadis ini menunjukkan, bahawa anak-anak kecil boleh bermain-main dengan boneka (patung). Tetapi Imam Malik melarang laki-laki yang akan membelikan boneka untuk anak perempuannya. Dan Qadhi Iyadh berpendapat bahawa anak-anak perempuan bermain-main dengan boneka perempuan itu suatu rukhsah (keringanan).

Termasuk sama dengan permainan anak-anak, iaitu patung-patungan yang terbuat dari kue-kue dan dijual pada hari besar (hari raya) dan sebagainya kemudian tidak lama kue-kue tersebut dimakannya.



2.3.7 Patung yang Tidak Sempurna dan Cacat

Di dalam hadis disebutkan, bahawa Jibril a.s. tidak mahu masuk rumah Rasulullah s.a.w. kerana di pintu rumahnya ada sebuah patung. Hari berikutnya pun tidak mahu masuk, sehingga ia mengatakan kepada Nabi Muhammad: "Perintahkanlah supaya memotong kepala patung itu. Maka dipotonglah dia sehingga menjadi seperti keadaan pohon." (Riwayat Abu Daud, Nasai, Tarmizi dan Ibnu Hibban)

Dari hadis ini segolongan ulama ada yang berpendapat diharamkannya gambar itu apabila dalam keadaan sempurna, tetapi kalau salah satu anggotanya itu tidak ada yang kiranya tanpa anggota tersebut tidak mungkin dapat hidup, maka membuat patung seperti itu hukumnya mubah,

Tetapi menurut tinjauan yang benar berdasar permintaan Jibril untuk memotong kepala patung sehingga menjadi seperti keadaan pohon, bahawa yang mu'tabar (diakui) di sini bukan kerana tidak berpengaruhnya sesuatu anggota yang kurang itu terhadap hidupnya patung tersebut, atau patung itu pasti akan mati jika tanpa anggota tersebut. Namun yang jelas, patung tersebut harus dicacat supaya tidak terjadi suatu kemungkinan untuk diagungkannya setelah anggotanya tidak ada.

Cuma suatu hal yang tidak diragukan lagi, jika direnungkan dan kita insafi, bahawa patung separuh badan yang dibangun di kota guna mengabadikan para raja dan orang-orang besar, haramnya lebih tegas daripada patung kecil satu badan penuh yang hanya sekadar untuk hiasan rumah.

Kesimpulan:

Shaikh Yusuf al-Qaradawi hanya mengecualikan permainan kanak-kanak. bukan untuk orang dewasa.

KELEMAHAN DALIL MEMBACA QUR’AN DI KUBURAN.


Oleh: Mohd Yaakub bin Mohd Yunus ( akob73 )
Sumber: http://akob73.blogspot.com/
( Artikel ini pernah disiarkan oleh Majalah i )

Jumhur (majoriti) para ulamak bersetuju bahawa ziarah kubur merupakan satu amalan yang sunnah kerana ianya telah dianjurkan oleh Rasulullah s.a.w. melalui sebuah hadis sahih:

“…maka berziarah kuburlah kamu, kerana hal itu mengingatkan kepada kematian.” - Hadis riwayat Imam Muslim

Begitu juga telah jelas bagi para ulamak bahawa disunnahkan untuk memberi salam serta mendoakan kesejahteraan kepada jenazah ketika menziarah kubur. Aisyah r.a berkata:

“Bahawasanya Nabi s.a.w. pernah keluar ke Baqi’ (tempat pemakaman kaum Muslimin), lalu baginda mendoakan mereka.” Kemudian ‘Aisyah bertanya tentang hal itu, baginda menjawab: “Sesungguhnya aku diperintah untuk mendoakan mereka.” – Hadis riwayat Imam Ahmad

Di antara doa-doa yang telah diajar oleh Rasulullah s.a.w adalah:

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ أَهْلَ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ لَلَاحِقُونَ. أَسْأَلُ اللَّهَ لَنَا وَلَكُمْ الْعَافِيَةَ.

“Salam sejahtera hai penghuni kubur mukminin dan muslimin dan insya Allah kami akan menyusulmu. Aku mohon keselamatan kepada Allah bagi kami dan kalian.” - Hadis riwayat Imam Muslim

السَّلاَمُ عَلَى أَهْلِ الدِّيَارِ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُسْلِمِينَ وَيَرْحَمُ اللَّهُ الْمُسْتَقْدِمِينَ مِنَّا وَالْمُسْتَأْخِرِينَ وَإِنَّا إِنْ شَاءَ اللَّهُ بِكُمْ لَلَاحِقُونَ.

“Salam sejahtera hai penghuni kubur mukminin dan muslimin, semoga Allah memberi rahmat kepada orang-orang terdahulu dan orang-orang terkemudian dari kami dan insya Allah kami akan menyusul.” – Hadis riwayat Imam Muslim

Namun begitu para ulamak telah berselisih pendapat tentang hukum membaca al-Qur’an di kuburan untuk mensedekahkan pahalanya kepada penghuni kubur tersebut. Yang lebih menepati pandangan Imam al-Syafi’i r.h adalah kiriman pahala tersebut tidak sampai dan beliau berhujah dengan firman Allah S.W.T. :

(Dalam Kitab-kitab itu ditegaskan): Bahawa sesungguhnya seseorang yang boleh memikul tidak akan memikul dosa perbuatan orang lain (bahkan dosa usahanya sahaja); Dan bahawa sesungguhnya tidak ada (balasan) bagi seseorang melainkan (balasan) apa yang diusahakannya. - Al-Najm : 38-39

Telah berkata al-Hafidz Ibnu Kathir r.h di dalam kitab Tafsir al-Qur’an al-Adzim ketika mentafsirkan ayat di atas:

“Iaitu sebagaimana seseorang tidak akan memikul dosa orang lain demikian juga seseorang tidak akan memperolehi ganjaran (pahala) kecuali apa-apa yang telah dia usahakan untuk dirinya sendiri. Dan dari ayat yang mulia ini Imam al-Syafi’i bersama para ulamak yang mengikutinya telah mengeluarkan hukum bahawa bacaan al-Qur’an tidak akan sampai hadiah pahalanya kepada orang yang telah mati. Kerana bacaan tersebut bukan dari amal dan usaha mereka. Oleh kerana itu Rasulullah s.a.w. tidak pernah mengsyari’atkan umatnya (untuk menghadiahkan bacaan al-Qur’an kepada yang telah mati) dan tidak juga pernah menggemarinya atau memberikan petunjuk kepada mereka baik dengan nash (dalil yang jelas lagi terang) dan tidak juga dengan isyarat dan tidak pernah dinukilkan dari seorangpun sahabat (bahawa mereka pernah mengirim pahala bacaan al-Qur’an kepada orang yang telah mati). Jika sekiranya amalan itu baik tentu para sahabat telah mendahului kita mengamalkannya. Dan di dalam masalah ibadah ianya hanya terbatas pada dalil dan tidak boleh dipalingkan dengan qiyas-qiyas atau pendapat-pendapat.” Imam al-Nawawi r.h pula di dalam Syarah Muslim (jilid 1, ms. 90) telah berkata: Adapun bacaan al-Qur’an (yang pahalanya dikirimkan kepada simati) maka yang masyhur di dalam mazhab Syafi’i tidak dapat sampai kepada si mati yang dikirim… Sedang dalilnya bagi Imam al-Syafi’i dan pengikut-pengikutnya ialah firman Allah: “bahawa sesungguhnya tidak ada (balasan) bagi seseorang melainkan (balasan) apa yang diusahakannya.” Dan Sabda Nabi s.a.w.: “Apabila manusia telah meninggal dunia, maka terputuslah amal usahanya kecuali tiga hal iaitu sedekah jariah, ilmu yang dimanfaatkan dan anak soleh (lelaki atau perempuan) yang berdoa untuknya.” – Hadis riwayat Imam al-Tirmidzi. Imam Muzani r.h di Hamish al-Umm telah berkata: “Rasulullah s.a.w. memberitahukan sebagaimana yang diberitakan Allah, bahawa dosa seseorang akan menimpa dirinya sendiri seperti halnya amalnya adalah untuk dirinya sendiri bukan untuk orang lain dan tidak dapat dikirimkan kepada orang lain.” – Rujuk tepi al-Umm, al-Syafi’i, jilid 7, ms. 269 Al-Haitami r.h pula berkata: “Si mati tidak boleh dibacakan apa pun berdasarkan keterangan yang mutlak daripada ulamak mutaqaddimin (terdahulu) bahawa bacaan (yang pahalanya ingin dikirimkan) adalah tidak sampai kepadanya, sebab pahala bacaan itu adalah untuk pembacanya sahaja. Sedang pahala hasil amalan tidak dapat dipindahkan dari yang mengamalkan perbuatan itu berdasarkan firman Allah: “Dan bahawa sesungguhnya tidak ada (balasan) bagi seseorang melainkan (balasan) apa yang diusahakannya.” – rujuk al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyah, jilid 2, ms. 9

Imam al-Khazin r.h di dalam tafsirnya mengatakan sebagai berikut: “Dan yang masyhur dalam mazhab Syafi’i bahawa pahala bacaan al-Qur’an adalah tidak dapat sampai kepada si mati yang dikirim.” – rujuk al-Jamal, jilid 4, ms. 236

Tambahan pula membaca al-Qur'an di kawasan perkuburan menyalahi sunnah Rasulullah s.a.w., karena baginda menyuruh kita membaca al-Qur'an di rumah: Sabdanya: “Janganlah kalian jadikan rumah kalian seperti kuburan, karena sesungguhnya syaitan akan lari dari rumah yang dibaca di dalamnya surat al-Baqarah.” - Hadis riwayat Imam Muslim

Hadis ini menunjukkan bahawa bahawa kawasan perkuburan bukanlah tempat untuk membaca al-Qur'an sebagaimana di rumah. Menerusi hadis ini juga kita dapat fahami bahawa dilarang menjadikan rumah seperti kuburan yang tidak dibaca al-Qur'an. Jumhur ulamak salaf seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi’i, Imam Ahmad dan imam-imam yang lain melarang membaca al-Qur’an di perkuburan.

Sebagai contoh Imam Abu Dawud r.h berkata dalam kitab Masaa’il Imam Ahmad (ms. 158): “Aku mendengar Imam Ahmad ketika beliau ditanya tentang baca al-Qur’an di pemakaman? Beliau menjawab: “Tidak Boleh” Menurut Ibnu Taimiyyah r.h : “Daripada al-Syafi’i sendiri tidak terdapat perkataan tentang masalah ini, yang demikian ini menunjukkan bahwa (baca al-Qur-an di perkuburan) menurut beliau adalah bidaah. Imam Malik berkata: Tidak aku dapati seorang pun daripada para sahabat dan tabi’in yang melakukan hal itu. – rujuk Iqtidhaa’ Shirathal Mustaqim, ms. 380

Bagi para ulamak yang mendokong pendapat bahawa diharuskan membaca al-Qur’an di perkuburan mereka telah berhujah dengan beberapa hadis. Namun demikian hadis-hadis tersebut telah dikritik hebat oleh ulamak-ulamak hadis dan mereka telah melemahkannya bahkan ada juga di antaranya yang bertaraf mawdhu’ (palsu). Sebagai contoh mari kita melihat beberapa dalil-dalil yang sering digunakan.


HADIS PERTAMA:

“Barangsiapa yang menziarahi kuburan kedua orang tuanya setiap hari Jumaat, lalu membaca (surat Yasin) di sisi keduanya (di sisinya), nescaya diampuni baginya sebanyak bilangan setiap ayat atau huruf (yang dibacanya).

Hadis ini diriwayatkan oleh Ibn ‘Ady, Abu Nu’aim di dalam Akhbaar Ashfahaan, Abdul Ghani al-Maqdisi di dalam as-Sunan dari jalur Abu Mas’ud, Yazid bin Khalid (dia berkata), telah menceritakan kepada kami ‘Amr bin Ziyad (yang berkata), telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim ath-Tha’ifi, daripada Hisyam bin ‘Urwah, daripada ayahnya (‘Urwah), daripada ‘Aisyah, daripada Abu Bakar ash-Shiddiq secara marfu’. Kelemahan hadis ini terletak kepada periwayatnya yang bernama ‘Amr bin Ziyad. Dia dituduh suka mencuri hadis daripada para periwayat yang tsiqat (terpercaya) dan memalsukan hadis. Di antara ulamak yang menyatakan demikian adalah Ibn ‘Ady dan al-Daraquthni. Oleh itu hadis ini darjatnya palsu (mawdhu’) – diringkaskan dari Silsilah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah Wal Mawdhuu’ah karya Syaikh al-Albani, Jilid.1, no.50.


HADIS KEDUA:

Barangsiapa yang melalui kuburan, kemudian membaca surah al-Ikhlas sebelas kali, lalu di hadiahkan pahalanya kepada mayat, maka akan diberi balasan pahala sesuai jumlah jenazah yang ada di perkuburan tersebut. Hadis ini diriwayatkan oleh al-Khallal dan al-Dailami.

Namun demikian perawi yang terdapat dalam sanad hadis ini telah dikritik oleh al-Dzahabi, al-Hafiz Ibnu Hajar, Ibnu Iraq dan menurut Syaikh al-Albani hadis ini batil bahkan mawdhu’ (palsu). – Diringkaskan dari Ahkaamul Janaa’iz wa Bida’uha oleh Syaikh al-Albani.


HADIS KETIGA:

Barangsiapa yang berziarah di kuburan kemudian dia membaca al-Fatihah, Qul Huwallahu Ahad dan Alhakumut takasur lalu dia berdoa. "Ya Allah, ku hadiahkan pahala pembacaan Firman-Mu pada kaum Mukminin penghuni kubur ini, maka mereka akan menjadi penolong baginya (pemberi syafaat) pada hari kiamat

Hadis ini diriwayatkan oleh Abu al-Qasim Sa’id bin Ali al-Zanjani dalam kitab Fawa’idnya. al-Mubarakfuri telah mengemukakannya ketika membanding hujah-hujah pendapat yang berkata boleh membaca al-Qur’an di kubur dan menghadiahkan pahala kepada ahli kubur. Setelah mengemukakan hadis ini dan dua yang lain (satu darinya ialah Hadis Kedua di atas), beliau menukil pendapat al-Hafiz Syamsuddin bin Abdul Wahid al-Maqdisi yang menerangkan bahawa hadis-hadis dalam bab ini semuanya lemah, akan tetapi boleh dihimpunkan untuk dijadikan dalil bahawa amalan sedemikian memiliki dasar dalam agama.

Namun pendapat al-Hafiz Syamsuddin ini dikritik oleh al-Mubarakfuri. Beliau menegaskan, tidak semua hadis yang lemah apabila dihimpun dapat dijadikan dalil bahawa amalan tersebut memiliki dasar dalam agama. Untuk mengatakan sesuatu amalan itu memiliki dasar, seseorang itu hendaklah mengemukakan dalil dengan sanad yang sahih. – diringkaskan dari Tuhfah al-Ahwazi bi Syarh Jami’ al-Tirmizi oleh al-Mubarakfuri, jilid. 3, ms. 275

Apa pun jua hadis ini sebenarnya tidak terdapat dalam mana-mana kitab hadis utama dan al-Mubarakfuri juga menukilnya tanpa sanad. Ini menunjukkan betapa terpencilnya hadis ini disisi para ulamak hadis.


HADIS KEEMPAT

Bacakanlah surah Yasin untuk orang-orang yang akan mati (mautaakum) di antara kamu.

Hadis ini diriwayat Imam Abu Dawud, Ibnu Majah dan juga Imam Ahmad dari jalur Sulaiman al-Taimi, daripada Abu ‘Utsman, daripada Ayahnya, daripada Ma’qil bin Yasar. Lafaz ini adalah daripada kitab Sunan Abu Dawud. Status hadis ini sebenarnya masih diperbincangkan oleh para ulamak hadis. Namun apa yang lebih tepat status hadis ini adalah dha’if (lemah). Menurut al-Dzahabi, Ibnul Madini, Ibnul Mundzir, Ibnul Qaththan dan al-Nawawi, Abu ‘Utsman adalah seorang yang majhul (tidak dikenali). Manakalanya ayahnya juga dianggap majhul oleh Ibnul Mundzir, Ibnul Qaththan dan al-Nawawi.

Sekiranya hadis ini sahih sekalipun, mautaakum bukan bermaksud orang yang sudah mati tetapi orang yang hampir mati. Perhatikanlah sabda Rasulullah s.a.w. ini:

Ajarkanlah oleh kamu orang-orang yang akan / hampir mati (mautaakum) di antara kamu La ilaaha illallahu. - Hadis riwayat Imam Muslim

Apa yang diperintah oleh Nabi s.a.w. di atas adalah untuk mengajar orang yang sedang menghadapi maut bacaan La ilaaha illallah.


Masih terdapat beberapa lagi hadis-hadis yang digunakan oleh golongan yang membenarkan pembacaan al-Qur’an di kuburan. Hanya sahaja hadis-hadis tersebut tidak sunyi dari kritikan oleh para ulamak hadis. Telah sepakat oleh para ulamak bahawa hadis-hadis dha’if (lemah) dan mawdhu’ (palsu) tidak boleh dijadikan hujah untuk perkara-perkara berkaitan akidah dan penetapan hukum-hakam (seperti mewajibkan mahupun menetapkan hukum sunat terhadap sesuatu amal). Hanya sahaja para ulamak berbeza pendapat tentang kebolehan mempergunakan hadis dha’if (lemah) dengan syarat-syarat yang ketat untuk bab fadilat amal atau targhib dan tarhib. Apa pun jua perbincangan tentang hukum membaca al-Qur’an di kuburan tidak termasuk dalam bab fadilat amal mahupun targhib dan tarhib maka hadis dha’if tidak boleh dijadikan hujah. Dari sini dapat kita rumuskan bahawa amalan yang lebih menepati sunnah Rasulullah s.a.w. ketika menziarah kuburan hanyalah memberi salam dan mendoakan kesejahteraan mayat di perkuburan tersebut. Inilah amalan yang benar-benar sah daripada Rasulullah s.a.w. Oleh itu ziarahlah kubur kerana ianya boleh mengingatkan kita kepada kematian tetapi hindarkanlah diri dari melakukan amalan-amalan bidaah di perkuburan dan janganlah mengkhususkan hari perayaan yang tertentu untuk menziarah kubur sebagaimana yang diamalkan oleh penganut agama-agama lain. Harus juga kita fahami bahawa al-Qur’an ini diturunkan bertujuan untuk memberi peringatan bagi mereka yang hidup. Firman Allah S.W.T.:

“(Al-Quran ini) sebuah Kitab yang Kami turunkan kepadamu (dan umatmu wahai Muhammad), -Kitab yang banyak faedah-faedah dan manfaatnya, untuk mereka memahami dengan teliti kandungan ayat-ayatnya, dan untuk orang-orang yang berakal sempurna beringat mengambil iktibar.” – Shaad : 29 Di dalam surah Yasin yang sering dibacakan di kuburan juga terdapat firman-Nya:

“Supaya ia (al-Qur’an) memberi peringatan kepada orang-orang yang hidup…” - Yasin : 70

Telah berkata Abdul Hakim bin Amir Abdat:

“Allah S.W.T. menyatakan dengan tegas bahwa al-Qur’an ini menjadi peringatan untuk orang-orang yang hidup, dan ayat ini terdapat di dalam surah Yasin. Sedangkan saudara-saudara kita membacakan surah Yasin ini di hadapan orang-orang yang mati. Subhanallah! Kejahilan apakah ini namanya?” - al-Masaa-il : Masalah-Masalah Agama, jilid 1, ms. 302


Penulis juga ingin mengingatkan kepada semua pihak supaya menghindarkan diri dari menyebarkan hadis-hadis palsu kerana ianya termasuk dalam perbuatan berdusta di atas nama Rasulullah s.a.w. Perbuatan yang keji ini telah diberikan amaran yang keras oleh Rasulullah s.a.w. sendiri. Menurut Imam al-Thahawi r.h di dalam kitabnya Musykilul Athar (jilid 1, ms.176): “Barangsiapa yang menceritakan (hadis) daripada Rasulullah s.a.w. atas dasar zhan / persangkaan, bererti dia telah menceritakan (hadis) daripada baginda s.a.w. dengan tanpa haq (dengan tidak benar). Dan orang yang menceritakan (hadis) daripada baginda s.a.w. dengan tanpa haq, bererti dia telah menceritakan (hadis) daripada baginda s.a.w. dengan cara yang batil. Dan orang yang telah menceritakan (hadis) dari baginda s.a.w. dengan cara yang batil, nescaya dia menjadi salah seorang pendusta yang masuk ke dalam sabda Nabi s.a.w.:


“Barangsiapa yang sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah dia mengambil tempat tinggalnya di neraka.” - Hadis riwayat Imam al-Bukhari

Sunday, April 4, 2010

Hadith-hadith dha'if tentang fadhilat surah Yasin


Oleh : Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Kebanyakan kaum muslimin membiasakan membaca surat Yasin, baik pada malam Jum'at (hari Jum'at menjelang khatib naik mimbar, tambahan-peny), ketika mengawali atau menutup majlis ta'lim, ketika ada atau setelah kematian dan pada acara-acara lain yang mereka anggap penting.

Saking seringnya surat Yasin dijadikan bacaan di berbagai pertemuan dan kesempatan, sehingga mengesankan, Al-Qur'an itu hanyalah berisi surat Yasin saja. Dan kebanyakan orang membacanya memang karena tergiur oleh fadhilah atau keutamaan surat Yasin dari hadits-hadits yang banyak mereka dengar, atau menurut keterangan dari guru mereka.

Al-Qur'an yang di wahyukan Allah adalah terdiri dari 30 juz. Semua surat dari Al-Fatihah sampai An-Nas, jelas memiliki keutamaan yang setiap umat Islam wajib mengamalkannya. Oleh karena itu sangat dianjurkan agar umat Islam senantiasa membaca Al-Qur'an. Dan kalau sanggup hendaknya menghatamkan Al-Qur'an setiap pekan sekali, atau sepuluh hari sekali, atau dua puluh hari sekali atau khatam setiap bulan sekali. (Hadist Riwayat Bukhari, Muslim dan lainnya).


Sebelum melanjutkan pembahasan, yang perlu dicamkan dan diingat dari tulisan ini, adalah dengan membahas masalah ini bukan berarti penulis melarang atau mengharamkan membaca surat Yasin.

Sebagaimana surat-surat Al-Qur'an yang lain, surat Yasin juga harus kita baca. Akan tetapi di sini penulis hanya ingin menjelaskan kesalahan mereka yang menyandarkan tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam.

Selain itu, untuk menegaskan bahwa tidak ada tauladan dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membaca surat Yasin setiap malam Jum'at, setiap memulai atau menutup majlis ilmu, ketika dan setelah kematian dan lain-lain.

Mudah-mudahan keterangan berikut ini tidak membuat patah semangat, tetapi malah memotivasi untuk membaca dan menghafalkan seluruh isi Al-Qur'an serta mengamalkannya.

KELEMAHAN HADITS-HADITS TENTANG FADHILAH SURAT YASIN
Kebanyakan umat Islam membaca surat Yasin karena sebagaimana dikemukakan di atas- fadhilah dan ganjaran yang disediakan bagi orang yang membacanya. Tetapi, setelah penulis melakukan kajian dan penelitian tentang hadits-hadits yang menerangkan fadhilah surat Yasin, penulis dapati Semuanya Adalah Lemah.

Perlu ditegaskan di sini, jika telah tegak hujjah dan dalil maka kita tidak boleh berdusta atas nama Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebab ancamannya adalah Neraka. (Hadits Riwayat Bukhari, Muslim, Ahmad dan lainnya).

HADITS DHA'IF DAN MAUDHU'
Adapun hadits-hadits yang semuanya dha'if (lemah) dan atau maudhu' (palsu) yang dijadikan dasar tentang fadhilah surat Yasin diantaranya adalah sebagai berikut :
1. "Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin dalam suatu malam, maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya dan siapa yang membaca surat Ad-Dukhan pada malam Jum'at maka ketika ia bangun pagi hari diampuni dosanya".
(Ibnul Jauzi, Al-Maudhu'at, 1/247). Keterangan : Hadits ini Palsu.
Ibnul Jauzi mengatakan, hadits ini dari semua jalannya adalah batil, tidak ada asalnya. Imam Daruquthni berkata : Muhammad bin Zakaria yang ada dalam sanad hadits ini adalah tukang memalsukan hadits. (Periksa : Al-Maudhu'at, Ibnul Jauzi, I/246-247, Mizanul I'tidal III/549, Lisanul Mizan V/168, Al-Fawaidul Majmua'ah hal. 268 No. 944).

2. "Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin pada malam hari karena mencari keridhaan Allah, niscaya Allah mengampuni dosanya". Keterangan : Hadits ini Lemah.
Diriwayatkan oleh Thabrani dalam kitabnya Mu'jamul Ausath dan As-Shaghir dari Abu Hurairah, tetapi dalam sanadnya ada rawi Aghlab bin Tamim. Kata Imam Bukhari, ia munkarul hadits. Kata Ibnu Ma'in, ia tidak ada apa-apanya (tidak kuat). (Periksa : Mizanul I'tidal I:273-274 dan Lisanul Mizan I : 464-465).

3. "Artinya : Siapa yang terus menerus membaca surat Yasin pada setiap malam, kemudian ia mati maka ia mati syahid". Keterangan : Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Thabrani dalam Mu'jam Shaghir dari Anas, tetapi dalam sanadnya ada Sa'id bin Musa Al-Azdy, ia seorang pendusta dan dituduh oleh Ibnu Hibban sering memalsukan hadits. (Periksa : Tuhfatudz Dzakirin, hal. 340, Mizanul I'tidal II : 159-160, Lisanul Mizan III : 44-45).

4. "Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin pada permulaan siang (pagi hari) maka akan diluluskan semua hajatnya". Keterangan : Hadits ini Lemah.
Ia diriwayatkan oleh Ad-Darimi dari jalur Al-Walid bin Syuja'. Atha' bin Abi Rabah, pembawa hadits ini tidak pernah bertemu Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebab ia lahir sekitar tahun 24H dan wafat tahun 114H.
(Periksa : Sunan Ad-Darimi 2:457, Misykatul Mashabih, takhrij No. 2177, Mizanul I'tidal III:70 dan Taqribut Tahdzib II:22).

5. "Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur'an dua kali". (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu'abul Iman). Keterangan : Hadits ini Palsu.
(Lihat Dha'if Jamiush Shaghir, No. 5801 oleh Syaikh Al-Albani).

6. "Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin satu kali, seolah-olah ia membaca Al-Qur'an sepuluh kali". (Hadits Riwayat Baihaqi dalam Syu'abul Iman). Keterangan : Hadits ini Palsu.
(Lihat Dha'if Jami'ush Shagir, No. 5798 oleh Syaikh Al-Albani).

7. "Artinya : Sesungguhnya tiap-tiap sesuatu mempunyai hati dan hati (inti) Al-Qur'an itu ialah surat Yasin. Siapa yang membacanya maka Allah akan memberikan pahala bagi bacaannya itu seperti pahala membaca Al-Qur'an sepuluh kali". Keterangan : Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (No. 3048) dan Ad-Darimi 2:456. Di dalamnya terdapat Muqatil bin Sulaiman. Ayah Ibnu Abi Hatim berkata : Aku mendapati hadits ini di awal kitab yang di susun oleh Muqatil bin Sulaiman. Dan ini adalah hadits batil, tidak ada asalnya. (Periksa : Silsilah Hadits Dha'if No. 169, hal. 202-203) Imam Waqi' berkata : Ia adalah tukang dusta. Kata Imam Nasa'i : Muqatil bin Sulaiman sering dusta.
(Periksa : Mizanul I'tidal IV:173).

8. "Artinya : Siapa yang membaca surat Yasin di pagi hari maka akan dimudahkan (untuknya) urusan hari itu sampai sore. Dan siapa yang membacanya di awal malam (sore hari) maka akan dimudahkan urusannya malam itu sampai pagi". Keterangan : Hadits ini Lemah.
Hadits ini diriwayatkan Ad-Darimi 2:457 dari jalur Amr bin Zararah. Dalam sanad hadits ini terdapat Syahr bin Hausyab. Kata Ibnu Hajar : Ia banyak memursalkan hadits dan banyak keliru. (Periksa : Taqrib I:355, Mizanul I'tidal II:283).

9. "Artinya : Bacakanlah surat Yasin kepada orang yang akan mati di antara kamu". Keterangan : Hadits ini Lemah.
Diantara yang meriwayatkan hadits ini adalah Ibnu Abi Syaibah (4:74 cet. India), Abu Daud No. 3121. Hadits ini lemah karena Abu Utsman, di antara perawi hadits ini adalah seorang yang majhul (tidak diketahui), demikian pula dengan ayahnya. Hadits ini juga mudtharib (goncang sanadnya/tidak jelas).

10. "Artinya : Tidak seorang pun akan mati, lalu dibacakan Yasin di sisinya (maksudnya sedang naza') melainkan Allah akan memudahkan (kematian itu) atasnya". Keterangan : Hadits ini Palsu.
Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Nu'aim dalam kitab Akhbaru Ashbahan I :188. Dalam sanad hadits ini terdapat Marwan bin Salim Al Jazari. Imam Ahmad dan Nasa'i berkata, ia tidak bisa dipercaya. Imam Bukhari, Muslim dan Abu Hatim berkata, ia munkarul hadits. Kata Abu 'Arubah Al Harrani, ia sering memalsukan hadits. (Periksa : Mizanul I'tidal IV : 90-91).

Penjelasan
Abdullah bin Mubarak berkata : Aku berat sangka bahwa orang-orang zindiq (yang pura-pura Islam) itulah yang telah membuat riwayat-riwayat itu (hadits-hadits tentang fadhilah surat-surat tertentu).
Dan Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berkata : Semua hadits yang mengatakan, barangsiapa membaca surat ini akan diberikan ganjaran begini dan begitu SEMUA HADITS TENTANG ITU ADALAH PALSU. Sesungguhnya orang-orang yang memalsukan hadits-hadits itu telah mengakuinya sendiri. Mereka berkata, tujuan kami membuat hadits-hadits palsu adalah agar manusia sibuk dengan (membaca surat-surat tertentu dari Al-Qur'an) dan menjauhkan mereka dari isi Al-Qur'an yang lain, juga kitab-kitab selain Al-Qur'an. (Periksa : Al-Manarul Munffish Shahih Wadh-Dha'if, hal. 113-115).

KHATIMAH
Dengan demikian jelaslah bahwa hadit-hadits tentang fadhilah dan keutamaan surat Yasin, semuanya LEMAH dan PALSU. Oleh karena itu, hadits-hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah untuk menyatakan keutamaan surat ini dan surat-surat yang lain, dan tidak bisa pula untuk menetapkan ganjaran atau penghapusan dosa bagi mereka yang membaca surat ini. Memang ada hadits-hadits shahih tentang keutamaan surat Al-Qur'an selain surat Yasin, tetapi tidak menyebut soal pahala.
Wallahu A'lam.